Jeshita's personal journal of motherhood, fun-learning with the kid, homeschooling, muslim personal development, recipes, and other things she loves.

Kamis, 24 Maret 2016

Jalan Pintas Dalam Menyapih

tips-menyapih-anak

Apakah ada jalan pintas dalam menyapih?


Ada menurut pengalaman saya, yaitu dengan hamil lagi...hehe. Memang proses menyapih Si Teteh terbantu oleh kehamilan saya saat ini. Namun, melalui tulisan ini saya ingin berbagi sedikit pengalaman mengenai persiapan dan hal-hal yang saya jalani untuk menangani masa transisi menyusuinya Si Teteh.

Sebelum memulai proses menyapih saya sempat research dan menemukan beberapa hal menarik yang membantu perubahan rutinitas menyusui Si Teteh. Hal-hal yang saya lakukan cukup mudah dan sederhana, alhamdulillah manjur. Mungkin dapat bermanfaat bagi yang sedang berencana menyapih. Silakan dibaca kisah penyapihan Si Teteh.

Rencana Menyusui dan Kehamilan Berikutnya


Setelah kelahiran Si Teteh, saya dan suami sempat merencanakan kapan kiranya kami ingin mempunyai anak berikutnya. Saat itu kami berharap tak jauh dari Si Teteh menginjak usia 2 tahun kami akan diizinkan oleh Allah untuk mendapatkan buah hati lagi. Alhamdulillah, sesuai dengan harapan, saya sedang mengandung lagi saat ini. Inshaa Allah adiknya akan lahir saat Si Teteh menginjak usia 2 tahun 2 bulan nanti. Mohon doanya. :)

Mengenai program menyusui Si Teteh, kami berencana dan berharap saya dapat menyusuinya dengan sempurna sampai usianya 2 tahun. Oleh karena itu, saya telah bersiap-siap untuk mencari informasi mengenai menyapih sejak usianya 17 bulan. Persiapan saya mulai dengan online research dan tanya-tanya ke sanak saudara/kerabat.

Hasil Research Tentang Proses Penyapihan


Dari beberapa artikel dan hasil mengobrol, saya menemukan bahwa ada dua macam cara dasar dalam penyapihan. Cara yang pertama yaitu istilahnya mengelabui anak. Seperti memberikan lipstik, brotowali, atau pun obat merah di sekitar (maaf) payudara. Adapula yang menutup payudara dengan plester.

Di sisi lain, ada yang menggunakan cara dengan memberikan pengertian kepada anak. Metode ini memerlukan waktu yang lebih lama. Maksudnya pengertian yang ingin diterapkan kepada anak mulai diberikan jauh sebelum deadline menyapih yang diinginkan. 

Sebagai contoh, kakak saya bercerita tentang proses menyapih anak pertamanya. Beberapa bulan sebelum harapan selesai menyusui, setiap malam menjelang tidur ia selalu membisikkan pesan ke telinga anaknya. Pesan tersebut berisi bahwa nanti di usia sekian ia akan berhenti menyusu dengan ibu. Hasilnya, anak pertamanya tersebut dapat menerima dengan baik saat waktu menyapih tiba.

Saya pun pernah membaca artikel mengenai menyapih dengan cinta. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa anak akan mengerti dengan sendirinya apabila kita memberikan pemahaman yang benar mengenai berhenti menyusui. Proses menyapih juga dilakukan dengan tulus dan penuh kasih sayang.

Selain itu, sang ibu harus membulatkan tekad dan senantiasa memberikan penjelasan tentang tujuan/makna menyapih. Frekuensi menyusui juga perlu dikurangi sedikit demi sedikit. Lalu aktivitas menyusui dapat diganti dengan rutinitas baru yang disukai anak.

Menyapih Si Teteh


Berdasarkan informasi-informasi yang saya kumpulkan tersebut, akhirnya saya memilih untuk menyapih dengan metode kedua. Saya mengawalinya dengan memberikan penjelasan mengenai makna menyapih kepada Si Teteh setiap sesi menyusui. Hal ini mulai dilakukan sejak usianya menginjak 18 bulan.

Makna yang saya coba tanamkan adalah masa menyusui yang sempurna sesuai anjuran Allah SWT yaitu sampai ia berusia 2 tahun. Saya tambahkan bahwa pada usia tersebut dirinya sudah semakin besar. Sehingga ia tidak memerlukan susu dari saya lagi. Kemudian saya tegaskan pada usia 2 tahun jatah susunya sudah habis dan susu ibu akan digantikan dengan yang lain. Minumya pun menggunakan gelas.

Kiranya itu pesan-pesan yang saya sampaikan kepada Si Teteh selama beberapa bulan belakangan. Entah ia paham atau tidak, saya terus mengulanginya setiap hari. ^_^

tips-menyapih-anak
Bersandar di atas bantal menyusui yang sarungnya sedang dicuci :)

Berhubungan dengan frekuensi menyusui, awalnya saya belum yakin untuk menguranginya. Menyusui telah menjadi ritual Si Teteh saat akan tidur dan setelah bangun tidur. Saat kunjungan ke dokter kandungan, dokter pun menyarankan untuk tidak melakukan tindakan berlebihan dalam menyapih Si Teteh. Bu Dokter berkata, "Dengan sendirinya nanti ia akan menolak ASI, karena seiring bertambahnya usia kandungan rasa susunya menjadi hambar."

Saya baru mengurangi frekuensi menyusui saat Si Teteh berusia 19 bulan. Hal ini juga dikarenakan karena ia sudah tidak terlalu menyusu, tetapi lebih banyak "ngempeng". Akhirnya saya memutuskan untuk tidak menyusuinya lagi saat ia bangun tidur.

Walaupun awalnya ia sempat dua kali menanyakan tentang susu saat bangun tidur, saya berusaha menjelaskan bahwa jam menyusu saat itu dirubah hanya pada saat mau tidur saja. Saya pun mengganti ritual menyusui setelah bangun tidur dengan makan snack buah potong di karpet main. Alhamdulillah berhasil.

Menginjak usia 20 bulan, Si Teteh semakin tidak meminum ASI-nya. Ia hanya "ngempeng" dan mengikuti ritual menyusui sebelum tidur. Akhirnya pada tanggal 11 Maret...pencatatan resmi haha...saya memberanikan diri untuk tidak menyusuinya sebelum tidur malam. Saya menjelaskan mulai saat ini rutinitas menyusui diganti dengan rutinitas membaca.

Memang kami punya rutinitas membaca sebelum Si Teteh tidur setiap malam. Sehingga menurut saya kegiatan membaca menjadi alternatif yang tepat untuk rutinitas menyusuinya. Tadinya kami hanya membaca dua board books favorit sebelum tidur. Kini kami membaca lebih dari dua buku dalam tiap sesi membaca.

Saya juga terus memberikan penjelasan bahwa sekarang ia sudah tidak lagi menikmati ASI. Sebaiknya kegiatan "ngempeng" diganti dengan sesuatu yang lebih bermanfaat, yaitu membaca. Alhamdulillah, transisi kegiatan ini diterima dengan baik oleh Si Teteh.

Ia hanya pernah sekali menangis meminta susu (tanggal 12 Maret) saat sebelum tidur malam. Saat itu saya masih memberinya kesempatan untuk menyusui. Saat ia mengulang kegiatan "ngempeng", saya tegaskan bahwa kegiatan ini sudah tidak perlu dilanjutkan lagi. Lebih asik kalau diganti dengan membaca.

Sejak saat itu, Si Teteh tidak pernah meminta susu lagi. Ia pun sangat menikmati aktivitas membaca sebelum tidur pagi, siang, dan malam. Bantal menyusui masih tetap kami gunakan, Si Teteh menggunakannya saat kegiatan membaca bersama saya.

Kegiatan membaca pun masih dilakukan di atas tempat tidur dewasa yang tadinya diperuntukkan untuk kegiatan menyusui di kamarnya. Letaknya pun bersebelahan dengan crib miliknya.

Alhamdulillah proses penyapihan Si Teteh tergolong mudah. Saya dan suami pun tidak mempermasalahkan jangka waktu menyusui yang belum genap 24 bulan. Bagi kami, menyusui selama 20 bulan ini telah menjadi berkah.

Walaupun proses menyapih Si Teteh sangat terbantu dengan kehamilan saya saat ini, saya berharap beberapa hal yang saya share dalam tulisan ini dapat membantu teman-teman yang membaca. Inshaa Allah jika kita ikhlas, niat, gigih berusaha dan menyerahkan persoalan menyapih ini kepada Allah SWT, niscaya akan dilancarkan jalannya.

Bagaimana pengalaman teman-teman dalam proses penyapihan? Apakah ada yang menggunakan jalan pintas seperti saya? :)

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Happiness Through Sharing And Caring . All rights reserved. BLOG DESIGN BY Labinastudio .