Jeshita's personal journal of motherhood, fun-learning with the kid, homeschooling, muslim personal development, recipes, and other things she loves.

Kamis, 21 Juli 2016

The Terrible Twos & The Terrible Me

temper tantrum anak usia dini dua tahun

Apakah teman-teman pernah merasa frustrasi ketika anak sedang tantrum?


Begitulah kiranya yang saya rasakan selama hampir satu bulan ini. Si Teteh yang menginjak usia 2 tahun di pertengahan Juni lalu, mulai memasuki fase tantrum beberapa hari setelah hari ulang tahunnya.  Nampaknya due date kelahiran calon adiknya, yang semakin mendekat, juga ikut menjadi faktor pemicu tahap kesulitan emosional yang dialaminya.

Ini merupakan pengalaman fase ledakan emosi pertama yang kami alami. Saya cukup kewalahan dalam menghadapinya. Beberapa kali di saat Si Teteh tantrum, saya ikut tak kuasa menahan emosi. Alhamdulillah, belakangan saya mulai dapat mengembalikan rasa percaya diri saya sebagai ibu yang dapat diandalkan. Saya pun mulai menikmati kembali hari-hari bersama Si Teteh.

Namun, perjalanan baru dimulai. Hari ini bisa baik-baik saja, sedangkan esoknya badai mungkin datang kembali. Yuk, disimak pengalaman dan hikmah yang saya dapat dalam menghadapi tahapan terrible twos ini.

Sebelum melanjutkan cerita, saya ingin mengucapkan taqaballahu minna wa minkum bagi teman-teman yang seiman. Semoga amal ibadah kita di bulan Ramadhan kemarin diterima oleh Allah SWT. Aamiin.

Dua minggu saya tidak menulis di blog ini dikarenakan kami pulang ke kampungnya Bob (baca: suami) di Anyer lebaran kemarin. Kemudian saya memerlukan waktu untuk recovery tenaga dan pikiran menghadapi Si Teteh yang kelelahan setelah liburan.

Ok, lanjut dengan kisah Si Teteh. Sejak beberapa bulan lalu, saya sudah membaca beberapa kali mengenai fase tantrum ini. Seringkali saya diingatkan melalui newsletter dari website parenting, bahwa "The tantrum era is just around the corner."

Oleh karenanya, saya melakukan beberapa online research mengenai cara menghadapi tantrum. Banyak saran-saran menarik yang saya dapatkan. Namun, saat Si Teteh mulai memperlihatkan gejala-gejalanya seluruh teori-teori yang saya pelajari terdahulu langsung buyar.

Anak Tantrum, Ibu Pun Ikutan Tantrum


Terrible twos ini merupakan fase normal yang dihadapi balita saat mereka mulai kesulitan dalam menangani perasaannya. Balita masih membutuhkan bantuan orangtua, di sisi lain mereka mulai menginginkan kemandiran. Rasa frustasi timbul ketika mereka tidak dapat melakukan hal yang ingin mereka lakukan sendiri. Ataupun ada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.

Ok sip, itu teorinya. Fase yang normal. Akan tetapi saya tidak siap menghadapi tahap yang dianggap normal ini. Hampir setiap saat Si Teteh bilang tidak terhadap apa yang saya minta. Bahkan ia bilang tidak pada sesuatu yang diinginkan sebelumnya.

Si Teteh dapat menangis menderu-deru hanya karena saya tidak sanggup menggendongnya. "Halo, coba lihat perut Ibu yang sudah melendung ini. Membawa badan sendiri saja sudah berat, ditambah lagi harus menggendong kamu yang beratnya sudah 12 kg kesana kemari. Aduh, Ibu tak sanggup, nak".

Hal yang paling penting dalam menghadapi kegalauan dan reaksi berlebihan dari Si Teteh adalah bersikap tenang. Namun, saya yang sedang hamil 8 bulan dan sering kelelahan terkadang hanya punya sedikit sisa stok kesabaran.

temper tantrum anak usia dini dua tahun
Menangis yang menjadi-jadi karena jari terkena cokelat dari roti

Adakalanya saya meletup-letup ikutan tantrum. Setelah meluapkan emosi, saya selalu merasa sangat bersalah. Tak lama saya memeluknya dan meminta maaf. Dengan mudahnya Si Teteh memaafkan dan melupakan kejadian sebelumnya. Sedangkan saya lebih sulit untuk memaafkan diri sendiri.

Perasaan bersalah ini yang sering menghantui saya. Sehingga mengikis rasa percaya diri saya sebagai seorang ibu. Saya sering merasa berdosa terhadap Si Teteh dan juga janin yang ada di dalam kandungan ini.

Anak Manja, Ibu Pun Manja


Alhamdulillah, saya memiliki suami yang sungguh pengertian dan penyabar. Dua minggu kemarin ini, saya sangat terbantu karena Bob tidak mengantor (libur hari raya dan cuti).

Adapula Bigal (baca: adik saya) yang juga libur menjelang lebaran sampai hari Minggu kemarin. Si Teteh banyak ditangani oleh Bob dan Bigal ketika uring-uringan. Saya pun dapat berkegiatan atau beristirahat.

Selama dua minggu itu, Si Teteh benar-benar manja kepada Bob. Mungkin ia merasa auranya sedang tidak cocok dengan ibu. Walaupun terkadang ia juga menangis kalau saya tidak hadir dalam rutinitasnya.

Sekembalinya kami dari Anyer, Si Teteh yang kelelahan hampir setiap hari merengek terhadap perkara-perkara kecil. Ia pun tidak ingin langsung ditinggal ketika akan tidur malam. Sedangkan biasanya, ia dapat langsung tidur sendiri setelah dibacakan buku.

Saya yang juga sedang lelah, letih, lesu tak sanggup menghadapi pola kebiasaan Si Teteh yang berubah. Bob dengan sigapnya hampir selalu mengambil alih ketika suasana antara saya dan Si Teteh sedang tidak nyaman. 

Dengan sabarnya Bob menghadapi anak yang uring-uringan dari pagi sampai sore hari. Setelah Si Teteh tidur, Bob harus menangani saya yang sering merasa capek, kesal, ataupun sedih berlebihan karena merasa bersalah.

Yah, begitulah kiranya cuplikan liburan kami kemarin. Banyak senang, dan banyak pusingnya pula. :)

Hikmahnya


Selalu ada hikmah dari setiap kejadian, perkara, atau musibah. Begitu pula dalam menghadapi fase tantrum Si Teteh. Sebagai seorang ibu, saya harus dapat bersikap lebih tenang menghadapi Si Teteh dalam tahap terrible twos ini. Jika saya tidak dapat meregulasi emosi dengan baik, bagaimana saya dapat menjadi teladan untuknya!?

Saya pun dengan segenap hati berusaha untuk selalu mendidik diri ini untuk menjadi lebih baik. Dengan mengingatkan diri bahwa ini semua karena Allah. Si Teteh hanya dititipkan oleh-Nya, sehingga saya harus berusaha lebih kuat dalam mengasuh dan membesarkannya. 

Setelah melakukan evaluasi terhadap diri sendiri, berikut beberapa hal yang berusaha saya terapkan dalam keseharian:

  • Meningkatkan tabungan "sabar" dengan memperbanyak istighfar setiap saat. Serta mengingatkan diri untuk berdoa dalam rangka menahan/menghilangkan amarah: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk."
  • Berdoa sebelum tidur dan setiap adzan, bahwa saya ridho terhadap Si Teteh dan memohon keridhoan Allah sebagai ibu yang membesarkan, memelihara, dan mendidiknya.
  • Menarik nafas dalam-dalam sebelum bereaksi terhadap Si Teteh yang tantrum.
  • Memberikan lebih banyak pelukan setiap harinya, baik di saat tantrum maupun tidak.
  • Selalu memberikan pengertian kepada Si Teteh setelah tantrum yang dialaminya.
  • Meminta maaf kepada Si Teteh pada penghujung hari (biasanya menjelang tidur malam), dan memberi tahunya bahwa saya juga telah memaafkannya.
  • Memberi tahunya bahwa apapun yang terjadi saya selalu sayang kepadanya.
  • Berusaha mencari jalan tengah sebagai solusi dari kejadian yang berlangsung. Misalkan Si Teteh sedang rewel minta digendong, saya menawarkan untuk memeluknya sambil duduk dan berusaha tenang menunggu tangisnya reda. Atau ketika ia tidak ingin melanjutkan makan setelah saya mencoba membujuk, saya biarkan ia tidak menghabiskannya dan mencoba membujuknya di lain waktu. Intinya melonggarkan peraturan, tanpa harus menyerah kepada seluruh keinginannya.
  • Jika saya sedang dalam keadaan tidak tenang dan Si Teteh berperilaku tidak menyenangkan, saya lebih baik diam atau memberikan isyarat kepadanya kalau perasaan saya sedang tidak enak. Serta berusaha menghindari kontak mata untuk sesaat.
  • Seandainya keadaan benar-benar tidak dapat ditanggulangi lagi, saya lebih memilih untuk menangis bersama Si Teteh daripada marah-marah kepadanya.

Inilah self-reminder yang saya buat untuk diri saya sendiri. Teori memang biasanya lebih mudah daripada prakteknya. Akan tetapi, saya yakin jika kita rajin untuk mengingatkan diri dan selalu berdoa kepada Allah, Inshaa Allah segala urusan kita dapat menjadi lebih mudah.

Semoga tulisan ini dapat membantu teman-teman yang juga sedang menghadapi anak dalam fase tantrumnya. Mari sama-sama berjuang dan saling menyemangati. Inshaa Allah kita dapat menjadi ibu atau orangtua yang lebih baik daripada kita yang kemarin. Bismillah.

Bagaimana pengalaman teman-teman dalam menghadapi anak usia dini yang mengalami masa tantrum?

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Happiness Through Sharing And Caring . All rights reserved. BLOG DESIGN BY Labinastudio .