Jeshita's personal journal of motherhood, fun-learning with the kid, homeschooling, muslim personal development, recipes, and other things she loves.

Senin, 12 Oktober 2015

Perlukah Menyusun Kurikulum dan Pola Kegiatan Homeschooling? Bagaimana Caranya?

Seri buku favorit Si Teteh dan belajar membersihkan kaki di atas alas

Halo teman-teman. Alhamdulillah. Tingkat kesibukan saya cukup padat beberapa minggu belakangan. Sehingga agak telat untuk berbagi pengalaman Webinar Rumah Inspirasi sesi keempat pada hari Kamis 1 Oktober lalu. Tapi...better late than never. Masih tertarik? Silahkan disimak. :)

Pokok pembahasan dalam sesi tersebut adalah panduan homeschooling; diantaranya meliputi kurikulum, materi belajar, dan pola keseharian anak usia dini dan usia sekolah. Saya membatasi tulisan ini untuk anak usia dini, yang merupakan fokus homeschooling keluarga kami saat ini. Semoga sesuai dengan informasi yang teman-teman butuhkan. Silahkan dibaca lebih lanjut.

Salah satu pertanyaan yang paling sering diutarakan mengenai homeschooling yaitu, "Kurikulum apa yang digunakan?" Ini berhubungan dengan pola pikir umum bahwa homeschooling itu adalah sekolah di rumah, dimana pada kenyataannya tidak seperti itu. Ternyata tidak semua keluarga homeschooling memerlukan kurikulum. Penentuan penggunaan kurikulum sebagai panduan belajar dipengaruhi, yang pertama, oleh metode homeschooling yang digunakan.

Keluarga homeschooling dengan model school-at-home memerlukan kurikulum sebagai panduan belajar yang terencana dan terstruktur. Kurikulum ini memuat tujuan-tujuan yang ditentukan sebelum kegiatan belajar dijalani dan didukung dengan program-program turunan untuk menunjang tujuan-tujuan tersebut. Pedoman belajar ini mempunyai dua aspek utama, yaitu materi belajar dan urutannya, persis seperti kurikulum sekolah pada umumnya.

Sedangkan untuk keluarga yang memilih metode unschooling, panduan yang terperinci dan tersusun sesuai urutan tersebut tidak diperlukan. Hal ini dikarenakan sifat model tersebut yang mengalir dan tanpa rencana yang ketat, serta menitikberatkan pada proses belajar "nyata" dari kehidupan keseharian. Orang tua juga diharapkan terus giat mengembangkan kualitas diri yang dapat meningkatkan parenting skills mereka. Tujuannya agar orang tua dapat menghadirkan kesempatan belajar melalui aktifitas sehari-hari dengan suasana yang nyaman dan fleksibel.

Walaupun kurikulum tidak mengikat model unschooling, praktisi tetap dapat menciptakan landasan arah pendidikan anak secara umum atau alat bantu untuk mengevaluasi perkembangan anak. Sebagai contoh, keluarga Rumah Inspirasi menyusun checklist berdasarkan buku yang berjudul Slow And Steady Get Me Ready. Daftar tersebut mereka gunakan untuk mengevaluasi perkembangan anak-anak mereka.

Untuk keluarga kami yang menggunakan metode ecelctic, yang didasari dengan metode unschooling, saya berusaha menciptakan panduan arah proses belajar Si Teteh melalui beberapa tahap. Pertama, research tentang kurikulum atau modul yang dipakai oleh keluarga-keluarga homeschooling muslim yang ada di Indonesia dan kurikulum sekolah Islam yang saya anggap sesuai dengan visi kami. Kedua, saya juga mempelajari kurikulum Montessori yang beberapa gaya pendidikannya saya gunakan dalam keseharian Si Teteh. Yang terakhir, saya kembangkan hasil research tersebut disesuaikan dengan visi pendidikan keluarga kami. Visi pendidikan ini yang merupakan faktor kedua yang mempengaruhi dalam penyusunan kurikulum.

Berikut panduan dasar proses belajar Si Teteh (usia 0-6 tahun) yang telah saya rancang sendiri*:
*) Kerangka panduan di atas saya kembangkan dari "Framework Operasional Pendidikan Berbasis Fitrah & Akhlak" yang saya temukan dalam salah satu posting blog milik Mba Mesa Dewi 'Temukan Aneka Rupa Model Belajar Dalam Homeschooling'.

Perlu saya tekankan bahwa panduan di atas bukanlah sebuah kurikulum dan tidak mengikat kegiatan kami secara mutlak. Arah proses belajar ini sangat mungkin untuk direvisi sesuai dengan situasi yang kami hadapi. Yang tercantum di dalamnya bukanlah target-target yang perlu dicapai, melainkan sebuah alat yang digunakan untuk mengarahkan saya dan suami dalam memfasilitasi kegiatan-kegiatan Si Teteh. Intinya, kami menjalankannya secara fleksibel tanpa urutan dan jadwal yang ketat.

Selanjutnya, apa yang perlu dilakukan? Ya berkegiatan. Demi menjadi conscious parents, ada beberapa hal inti yang kami berusaha sediakan dalam pola kegiatan Si Teteh. Rumus dasar ini kami pinjam dari Jo Frost - figur terkenal dalam pola pengasuhan anak (alias The Supernanny) -, diantaranya*:

  1. Jumlah jam tidur yang tepat
  2. Jadwal makan yang konsisten dengan porsi dan jenis makanan yang tepat
  3. Kesempatan keluar rumah, untuk kegiatan fisik, stimulasi, dan sosialisasi
  4. Kegiatan belajar (baca: bermain) usia dini atau early learning untuk membantu perkembangan anak
  5. Gambaran yang jelas tentang harapan keluarga mengenai perilaku, dan pengkoreksian yang sesuai jika dibutuhkan

*) Sumber: Buku Jo Frost's Toddler Rules: Your 5-step Guide to Shaping Proper Behavior oleh Jo Frost

Dua sarana utama yang kami gunakan dalam kegiatan keseharian - seperti yang dijelaskan Mas Aar dalam Webinar - adalah mengobrol dan membaca buku. Bahan obrolan, bisa dari yang santai sampai yang serius. Seperti bagaimana cara menggunakan sendok, apa guna tempat sampah, sampai apa makna sholat dan siapa yang menciptakan alam semesta. Buku-buku yang kami sediakan untuk Si Teteh juga beragam, baik dari segi tema atau pun bahasa (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia).

Untuk kegiatan early learning, saya berusaha menyeimbangkan antara kegiatan bermain alami (membantu kegiatan sehari-hari atau bermain secara mandiri) dengan bermain yang difasilitasi secara khusus. Contoh kegiatan sehari-hari yang kami lakukan dengan Si Teteh; meletakkan pakaian kotor pada keranjang atau mesin cuci, membaca doa sebelum dan sesudah makan, menemani saya berbelanja ke supermarket atau mini market, menemani saya dan suami melaksanakan ibadah sholat dan mengaji, saya juga secara rutin menyelingi kegiatan dengan membacakan surat-surat pendek (Al-Quran), bermain di halaman rumah pada pagi dan sore hari, memberi makan kucing liar yang datang, mengumpulkan benda-benda alam dari taman, membantu memasukkan jepit jemuran ke tempatnya, bermain lempar tangkap bola, puzzle, balok, boneka tangan, dan masih banyak lagi.

- Kegiatan memberi makan kucing liar, yang ini kami namai "Gelang Si Belang" -

Untuk calistung, saya mulai mengenalkan konsep berhitung dengan menghitung 1, 2, 3 sebelum melakukan sesuatu, menghitung pakaian-pakaian kotor atau mainan yang kami bereskan bersama, menghitung langkah menaiki dan menuruni tangga (dari 1 sampai 10, lalu diulang kembali ke 1). Untuk menulis, yang dilakukan adalah mengenalkan alat-alat tulis dan biarkan Si Teteh mengeksplorasi dengan caranya sendiri. Saya juga berusaha melatih kekuatan tangan untuk menulis melalui bermain dengan playdough atau materi sensorik lain. Untuk membaca, kegiatan membacakan buku merupakan langkah awal mengenalkan konsep dan menanamkan minat baca pada Si Teteh. Jadi yang dikenalkan adalah konsepnya, bukan cara membaca, berhitung, ataupun menulis.

Selain pola kegiatan harian, yang perlu diperhatikan dalam perkembangan anak usia dini adalah kejelasan aturan/nilai-nilai yang dijunjung keluarga. Hal ini harus ditekankan sejak dini, karena pada masa inilah anak-anak harus dibentuk melalui kedisiplinan. Sedangkan di saat sudah besar nanti, penekanannya bisa dilonggarkan karena harapannya anak sudah mengerti dan menjalani aturan-aturan tersebut.

"Your child needs discipline, just like she needs food and water." — Jo Frost

Beberapa contoh aturan dalam keluarga kami, penting untuk selalu berdoa sebelum dan setelah makan, mengucapkan Bismillah ketika akan memulai pekerjaan dan Alhamdulillah ketika selesai, merapihkan dan mengembalikan barang-barang yang sudah selesai digunakan atau dimainkan, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, menggunakan tangan kanan untuk makan, menghargai makanan dengan tidak melemparnya, dll. Jika hal ini dilanggar, Si Teteh tidak dihukum tetapi diingatkan akan aturan dan maknanya. Disipilin itu bukanlah menghukum, melainkan memberikan arahan yang jelas tentang perilaku yang baik dan mengoreksinya dengan pengertian dan kasih sayang.

"Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai". — (Q.S Luqman : 19)

Kesimpulannya, perlunya kurikulum homeschooling ditentukan dari metode yang digunakan. Perancangannya didasari dari visi pendidikan keluarga. Untuk kegiatan anak usia dini yang paling penting adalah rasa aman dan nyaman, serta pola asuh dan pola hidup yang baik. Kedisiplinan perlu diterapkan sedini mungkin, karena usia dini merupakan masa yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai keluarga dan perilaku yang baik.

Aspek dan nilai-nilai apa saja yang penting dalam arah pendidikan keluarga teman-teman?

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Happiness Through Sharing And Caring . All rights reserved. BLOG DESIGN BY Labinastudio .